Kendi sebagai Logo dan Filosofi Dana Abadi Kebudayaan
Jakarta, PSKP – Kemendikbudristek melalui Merdeka Belajar Episode 18 meluncurkan
Dana Indonesiana pada Rabu, 23 Maret 2022. Dana Indonesiana merupakan dana abadi
kebudayaan yang diperuntukkan bagi para perorangan, komunitas, maupun
organisasi budaya.
Kebijakan Merdeka Belajar diusung dengan tujuan untuk mencapai pendidikan
yang berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia melalui berbagai transformasi, antara
lain transformasi di bidang infrastruktur dan teknologi; kebijakan, prosedur
dan pendanaan; kepemimpinan, masyarakat dan budaya; serta kurikulum, pedagogi,
dan asesmen.
Pada episode 18, kebijakan Merdeka Belajar mengangkat tema Merdeka
Berbudaya dengan Dana Indonesiana. Melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan
atau LPDP, Dana Indonesiana sebagai dana abadi kebudayaan hadir untuk mendukung
pemajuan kebudayaan. Dana ini merupakan bentuk dukungan pemerintah agar
organisasi, lembaga, serta pelaku budaya terus berkarya dan berperan serta
dalam memajukan kebudayaan Indonesia.
FBK sebagai Cikal Bakal Dana Indonesiana
Dana Abadi Kebudayaan merupakan bagian dari amanat UU Nomor 5 tahun 2017
tentang Pemajuan Kebudayaan, yang mana salah satu pasalnya menyebutkan tentang perlunya
dana perwalian. Selanjutnya pada Kongres Kebudayaan Indonesia 2018, mencuat
tentang pentingnya pendanaan yang sifatnya berkelanjutan. Dalam kongres tersebut,
Presiden RI Joko Widodo menyepakati adanya dana abadi kebudayaan. Dana abadi kemudian
muncul dalam resolusi keenam Kongres Kebudayaan Indonesia 2018, yakni membentuk
dana perwalian kebudayaan guna memperluas akses pada sumber pendanaan dan
partisipasi masyarakat dalam pemajuan kebudayaan.
Dana abadi kebudayaan merupakan hal baru dan ditunggu-tunggu sejak
disahkannya UU Pemajuan Kebudayaan. Selama ini, para pelaku budaya umumnya bergerak
secara mandiri, sehingga kehadiran dana pemerintah ini disambut baik. Hasil
pengembangan dana abadi nantinya akan digunakan untuk sederet program layanan kebudayaan,
seperti Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK) bagi komunitas dan pelaku budaya,
produksi kegiatan budaya, dan produksi media dan program kegiatan lainnya.
Pada 2020 Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemdikbudristek menginisiasi FBK yang
dapat dikatakan sebagai cikal bakal dana abadi kebudayaan. Tercatat hingga
tahun 2021 program FBK sudah menyalurkan bantuan kepada 327 penerima manfaat
yang terdiri dari perseorangan, komunitas, dan organisasi atau lembaga
kebudayaan. Dana program FBK ini digunakan untuk penciptaan karya kreatif dan
inovatif. Salah satunya, film Kerudung Truntum Sang Dalang yang
menceritakan kecintaan seorang perempuan muda pada seni pedalangan. Film ini
merupakan karya teater Warid Anggun Andhika penerima manfaat FBK tahun 2021.
Selain itu, dana FBK juga dimanfaatkan untuk merajut toleransi antarumat
beragama. Misalnya, melalui program ini, bangunan-bangunan tempat ibadah tidak
hanya berfungsi sebagai tempat ritual beragama saja, tetapi juga tujuan wisata
dan aktivitas seni budaya bahkan bagi pemeluk agama lainnya. Dengan demikian,
seni budaya bisa menjadi sarana prakarsa jaringan komunitas generasi muda
lintas agama.
Para penerima manfaat FBK sudah melalui proses seleksi yang dilakukan oleh
komite seleksi. Program FBK masih berlangsung hingga tahun 2022 dan
terintegrasi dengan berbagai program layanan dana abadi kebudayaan melalui
platform http://danaindonesiana.kemdikbud.go.id.
Melalui dukungan ini, pemerintah berharap upaya mendorong pemajuan kebudayaan
secara langsung dan menyeluruh dapat terlaksana mulai dari memajukan ekosistem
kebudayaan di daerah hingga berujung pada pemajuan kebudayaan secara nasional.
Selama ini, pengembangan kebudayaan sering kali terkendala dana, sehingga
para pegiat budaya mengalami berbagai kesulitan untuk membiayai karya-karyanya.
Adanya dukungan melalui FBK dapat memecahkan kebuntuan pendanaan untuk menyokong
kreativitas para pelaku budaya dalam berkarya.
Filosofi Dana Abadi Kebudayaan
Peluncuran Dana Indonesiana ditandai dengan memecahkan kendi oleh Mendikbudristek
Nadiem Anwar Makarim dan Menkeu Sri Mulyani. Celengan kendi sebagai logo Dana Indonesiana
menyimbolkan wadah penyimpanan uang secara tradisional. Kebiasaan menabung secara
sederhana dengan menggunakan celengan merupakan bagian dari tradisi di banyak
tempat di Indonesia, sehingga menjadi inspirasi logo Dana Indonesiana sebagai
wujud untuk mengelola dan merencanakan pemajuan kebudayaan yang lebih baik di
masa depan. Melalui konsep dana abadi, dipastikan dukungan untuk tata kelola
kegiatan pemajuan kebudayaan dapat lebih stabil dan berkelanjutan.
Pada sesi dialog dalam acara peluncuran tersebut, Sri Mulyani selaku Menkeu menjelaskan, dalam urusan anggaran pendapatan dan belanja negara kita mengenal konsep APBN. Namun APBN juga memiliki keterbatasan karena berkenaan dengan tata kelola, serta standar yang harus dipenuhi, yakni sistem akuntansi, mulai dari berapa anggaran yang diterima, digunakan, dilaporkan, hingga diaudit. Di sisi lain, ada aktivitas-aktivitas kegiatan masyarakat yang perlu didanai, namun sering kali tidak bisa mengikuti mekanisme tahunan anggaran APBN tersebut. “Maka, pemihakan kita untuk bisa menjaga keberlangsungan budaya ini, tidak bisa hanya stop and go,” terang Menkeu.
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2007, menginstruksikan 20% dari anggaran harus dibelanjakan untuk bidang pendidikan yang di dalamnya termasuk riset, teknologi, dan budaya. Namun, jika harus membelanjakan 20% ada kalanya program tidak siap, atau dananya baru siap di akhir tahun. Di sisi lain, tidak semua pekerjaan para pegiat budaya pelaksanaannya dapat diselesaikan sesuai target tahun anggaran. “Oleh karena itu, salah satu mekanisme untuk mengelola dana pendidikan termasuk di dalamnya kebudayaan kita sediakan dana abadi kebudayaan,” beber Menkeu.
Sri Muliyani menambahkan, untuk tata kelola yang baik, Kemendikbudristek perlu melakukan memastikan ketegorisasi masing-masing kelompok atau perorangan, serta peruntukannya agar bisa lolos mendapatkan dana FBK. Tentu hal tersebut berkaitan dengan pertanggungjawaban kepada publik bahwa dana abadi kebudayaan benar-benar dipergunakan dengan baik oleh ekosistem kebudayaan untuk memajukan budaya indonesia. [Linda Efaria]