Forum Komunikasi Pendidikan dan kebudayaan - Keris Indonesia dan Tiga Genre Tradisi Bali: Setelah Terdaftar dalam ICH UNESCO untuk Pemajuan Kebudayaan

Jakarta(4/9/2019)-Salah satu upaya Indonesia dalam melakukan pelindungan terhadap Warisan Budaya Takbenda (WBTB) adalah melalui pendaftaran WBTB Indonesia ke dalam daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO. Sampai saat ini Indonesia telah berhasil mendaftarkan sembilan WBTB Indonesia ke dalam daftar ICH UNESCO, antara lain Keris Indonesia (Daftar masterpiece tahun 2005 berubah menjadi daftar representatif pada tahun 2008) dan Tiga Genre Tari Tradisional Bali (2015). Pendaftaran WBTB Indonesia ke dalam daftar ICH UNESCO merupakan bagian penting dari upaya pemajuan kebudayaan sebagaimana amanat Undang-Undang No. 5 Tahun 2017. Dalam setiap formulir pendaftaran WBTB Indonesia ke dalam daftar ICH UNESCO terdapat beberapa rencana tindak (action plan) yang nantinya akan menjadi acuan negara pihak dalam pelaksanaan upaya pelindungan ketika WBTB tersebut sudah berhasil masuk dalam daftar ICH UNESCO. Implementasi rencana tindak tersebut menjadi alat ukur keberhasilan negara pengusul dalam melakukan upaya pelindungan.

Pada 2018 dan 2019, Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan penelitian mengenai pengaruh pendaftaran Keris Indonesia dan Tiga Genre Tari Tradisi Bali dalam daftar ICH UNESCO. Penelitian tersebut berfokus pada dampak sosial, budaya dan ekonomi pada komunitas budaya yang timbul sebagai implikasi dari rencana tindak yang telah dilakukan setelah terdaftar kedua warisan budaya tersebut dalam ICH UNESCO. Berbagai informasi yang diperoleh dari kegiatan penelitian tersebut perlu diketahui oleh para pemangku kepentingan sebagai upaya mengoptimalkan pemanfaatan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan.

Dalam rangka itu, Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan akan menyelenggarakan Forum Komunikasi (FORKOM) Pendidikan dan Kebudayaan untuk mendiskusikan hasil penelitian tersebut, pada tanggal 4 September 2019 bertempat di Ruang Graha Utama, Lt. 3, Gedung A, Komplek Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senayan, Jakarta dengan mengusung tema “Keris Indonesia dan Tiga Genre Tari Tradisi Bali: Setelah Terdaftar dalam ICH UNESCO untuk Pemajuan Kebudayaan”. Para pembicara yang hadir adalah: Damardjati Kun Marjanto (peneliti madya Puslitjakdikbud), Unggul Sudrajat (peneliti muda Puslitjakdikbud), Harry Waluyo (fasilitator ICH UNESCO wilayah Asia Pasifik), Dr. Bulantrisna Djelantik (maestro tari tradisi Bali), dan M.M. Hidayat (ketua pelaksana harian Senapati Nusantara). Moderator: Ihya Ulumuddin (peneliti muda Puslitjakdikbud). Acara dibuka secara resmi oleh Sekretaris Jendral Senapati Nusantara, Hasto Kristiyanto bersama Kepala Balitbang, Totok Suprayitno.  

Hasil-hasil Penelitian

A. Dampak Ekonomi dan Budaya Pengakuan Keris Indonesia dalam Daftar ICH UNESCO

1. Terdapat peningkatan ekonomi dengan indikator sebagai berikut:

a.    Terjadi peningkatan jumlah perajin yang memproduksi keris pasca inskripsi Keris Indonesia oleh UNESCO. Kabupaten Sumenep dapat dijadikan jendela untuk melihat pesatnya perkembangan jumlah perajin keris di Indonesia. Pada 2004 (sebelum penetapan Keris Indonesia oleh UNESCO), tercatat hanya 123 perajin keris di Kabupaten ini, pada 2011 meningkat menjadi 399 perajin, dan pada 2018 meningkat pesat menjadi 652 perajin.

b.     Peningkatan aktivitas ekonomi juga tampak dari semakin beragamnya jalur transaksi keris. Jika satu dekade lalu transaksi masih menggantungkan pada cara-cara konvensional seperti melalui toko dan pameran-pameran, saat ini perkembangan teknologi informasi khususnya media sosial berperan penting baik dalam promosi maupun memfasilitasi transaksi antara produsen dan konsumen keris.

c.    Peningkatan aktivitas ekonomi perkerisan juga ditandai dengan semakin meluasnya jangkauan pasar keris produksi perajin. Dibandingkan sepuluh tahun lalu, dimana transaksi keris lebih didominasi pada lingkup dalam negeri, saat ini terjadi perkembangan pesat pemasaran keris di luar negeri. Negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam, bahkan hingga eropa dan asia timur menjadi sasaran penjualan produk keris beberapa tahun belakangan. Perkembangan dalam aktivitas ekonomi ini juga merata terjadi di berbagai wilayah yang memiliki tradisi dan budaya berkaitan dengan Keris Indonesia.

2.   Hasil penelitian menunjukkan rencana aksi yang sudah berjalan belum memberi dampak yang signifikan terhadap pelestarian Keris Indonesia sebagai produk budaya (cultural product). Penetapan keris sebagai warisan budaya takbenda dunia oleh UNESCO tampaknya belum mampu mendorong transmisi pengetahuan dan nilai budaya yang terkandung dalam bilah keris.


B.   Pengaruh Terdaftarnya 3 Genre Tari Tradisi Bali dalam Daftar ICH UNESCO terhadap Komunitas Budaya dalam Bidang Sosial dan Ekonomi

1.       Pelaksanaan rencana tindak (action plan) pasca-inskripsi:

a.    Sosialisasi rencana tindak belum dilakukan secara maksimal oleh pemerintah pusat sehingga sebagian besar pemangku kepentingan di daerah tidak mengetahui adanya rencana tindak yang terdapat dalam berkas penominasian tiga genre tari tradisi Bali;

b.    Masing-masing pemangku kepentingan di tingkat daerah telah melaksanakan hampir semua butir yang tercantum dalam rencana tindak bukan atas dasar pengetahuan tentang adanya rencana tindak tersebut, namun sebagai bagian dari kegiatan rutin mereka;

c.       Akibatnya, pelaksanaan butir-butir dalam rencana tindak tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan oleh ICH UNESCO, antara lain:

1)      pelaksanaan inventarisasi tiga genre tari tradisi Bali belum diperbarui secara berkala;

2)    bahan ajar, muatan lokal dan ekstrakurikuler masih bersifat umum, belum secara spesifik memuat materi tentang tiga genre tari tradisi Bali;

3)  belum terdapat kegiatan workshop dan TOT yang dilaksanakan secara terencana dan sistematis untuk meningkatkan keterampilan pelatih tiga genre tari tradisi Bali; dan

4)   pertunjukan tiga genre tari tradisi Bali tetap ditampilkan dalam ajang PKB, namun pada tahun 2019 tiga genre tari tradisi Bali tidak ditampilkan dalam kegiatan perlombaan Pekan Olahraga dan Seni Pelajar (Porsenijar) karena kegiatannya diganti menjadi Pekan Olahraga Pelajar (Porjar) yang tidak memasukkan perlombaan seni, termasuk tiga genre tari tradisi Bali. 

2.       Pengaruh sosial ekonomi:

a.   Motif sosial lebih tinggi dibandingkan motif ekonomi: 51 persen di antaranya mengatakan bahwa alasan mereka menjadi penari Bali karena ingin melestarikan Tari Tradisi Bali, sehingga pewarisan budaya masih akan tetap terjaga. Sementara itu sebesar 43% responden menyatakan alasan mereka menjadi penari karena hobi. Terungkap pula tidak ada responden yang menjadi penari karena ingin mendapatkan penghasilan atau karena faktor ekonomi. 

b.    Penghasilan penari masih relatif rendah: Dari sisi ekonomi atau penghasilan, sebanyak 54 persen responden memiliki rata-rata penghasilan di bawah Rp 500.000, bahkan ada juga yang tidak memperoleh penghasilan dari menari. Bagi penari tidak menjadi persoalan yang berarti. Hal ini disebabkan filosofi ngayah yang mereka hayati. Bagi masyarakat Bali, menari merupakan persembahan kepada Tuhan. Mereka percaya bahwa semuanya akan dibalas oleh Yang Maha Kuasa. Namun  terdapat beberapa penari profesional memperoleh pendapatan yang cukup besar dari aktivitas menari. Sebagai contoh, ada responden yang memperoleh pendapatan sebesar 15 juta rupiah per bulan.

c.    Krisis regenerasi penari untuk genre Wali dan Bebali: dari hasil wawancara dan Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) dengan para pemangku kepentingan diperoleh informasi bahwa semakin sedikit generasi muda yang berminat mempelajari tarian sakral dan semi sakral. Hal itu disebabkan karena tingkat kesulitan dari tarian tersebut. Saat ini pemerintah daerah sedang melakukan rekonstruksi/revitalisasi tarian sakral yang hampir punah, misalnya tari Sanghyang di Kabupaten Karangasem, Dramatari Gambuh di Kabupaten Gianyar, dan Dramatari Wayang Wong di Kabupaten Buleleng.

Rekomendasi Kebijakan

Keris

1.    Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu memperkenalkan keris dan berbagai tosan aji dengan cara yang dapat diterima semua kalangan, khususnya generasi muda, melalui pendidikan formal maupun informal. Untuk mendukung hal ini, Pemerintah dan pemerintah daerah dapat melibatkan komunitas budaya setempat.

2.    Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu membuat skema kebijakan yang dapat memberikan kemudahan dalam proses pembiayaan modal usaha bagi para perajin keris.

3.    Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu membuat payung regulasi untuk melindungi hak cipta, mempermudah proses distribusi, dan melegalisasi status kepemilikan keris sebagai benda budaya.

4.     Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu memfasilitasi pembentukan lembaga kurasi yang dikelola secara bersama-sama dengan komunitas budaya untuk melestarikan sekaligus mengedukasi masyarakat tentang nilai-nilai kultural keris.

 

Tiga Genre Tari Bali

1.  Ditjen Kebudayaan Kemendikbud perlu melakukan sosialisasi secara lebih intensif kepada para pemangku kepentingan, khususnya di daerah, mengenai rencana tindak pelestarian Tiga Genre Tari Tradisi Bali yang tercantum dalam formulir pendaftaran ICH UNESCO.

2.     Ditjen Kebudayaan Kemendikbud perlu melakukan monitoring dan evaluasi secara berjenjang dan reguler terhadap pelaksanaan rencana tindak yang tercantum dalam formulir pendaftaran ICH UNESCO .

3.     Ditjen Kebudayaan Kemendikbud dan pemerintah daerah perlu melakukan pembaruan data secara berkala terkait perkembangan Tiga Genre Tari Tradisi Bali.

4.   Ditjen Kebudayaan dibantu oleh Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Balitbang Kemendikbud perlu mendampingi pemerintah daerah dalam menyusun bahan ajar yang secara spesifik membahas mengenai Tiga Genre Tari Tradisi Bali.

5.     Pemerintah daerah perlu menetapkan kebijakan terkait kurikulum muatan lokal dan kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan bahan ajar Tiga Genre Tari Tradisi Bali.

6.  Ditjen Kebudayaan Kemendikbud bersama dengan pemerintah daerah perlu menyelenggarakan workshop dan TOT secara terencana, berkala, sistematis, dan berkesinambungan untuk meningkatkan keterampilan penari.

7.     Pemerintah daerah perlu mengembalikan adanya ajang Porsenijar dan mengikutsertakan tiga genre tari tradisi Bali dalam ajang tersebut.