Jakarta, PSKP – Pada peluncuran Kurikulum Merdeka secara daring, Jumat 11
Februari 2022, Mendikbudristek
menegaskan, tidak akan ada pemaksaan untuk menerapkan Kurikulum Merdeka kepada
sekolah.
Belajar pada pengalaman sebelumnya,
banyak sekolah lebih memilih kurikulum yang disederhanakan. Berpegang pada filosofi
Merdeka Belajar, maka dalam pemulihan pembelajaran sekolah diberikan kebebasan
menentukan kurikulum yang akan diterapkan, apakah tetap menggunakan Kurikulum
2013 secara penuh, menggunakan kurikulum darurat, atau menerapkan Kurikulum
Merdeka.
Bagi sekolah yang memilih mengimplementasikan
Kurikulum Merdeka, maka dapat dilakukan sesuai dengan kesiapan masing-masing. Sekolah
dapat menerapkan beberapa bagian
dan prinsip Kurikulum Merdeka, tanpa mengganti kurikulum satuan pendidikan yang
sedang diterapkan. Jika sudah lebih siap, sekolah dapat menerapkan Kurikulum
Merdeka menggunakan perangkat ajar yang sudah disediakan, atau bahkan dapat mengembangkan
sendiri berbagai perangkat ajar yang dibutuhkan.
“Kepala sekolah maupun guru
tidak perlu panik, karena kemerdekaan keputusan itu ada pada mereka,” tegas
Nadiem. Pemerintah juga menyiapkan angket untuk
membantu satuan pendidikan dalam menilai tahap kesiapan dirinya
untuk menggunakan Kurikulum Merdeka tersebut.
(Sumber: Instagram @puslitjak.kemdikbud)
Sederhana, Fleksibel, dan
Relevan
Kurikulum Merdeka yang sebelumnya
dikenal dengan nama Kurikulum Prototipe telah diterapkan pada 2.500 satuan
pendidikan pelaksana Program Sekolah Penggerak. Berkaca pada pengalaman Program
Sekolah Penggerak tersebut, Mendikbudristek menyatakan terdapat beberapa
keunggulan dari Kurikulum Merdeka ini.
Pertama, lebih sederhana dan mendalam, yakni fokus pada materi yang esensial serta pengembangan
kompetensi peserta didik pada fasenya. Proses belajar menjadi lebih mendalam,
bermakna, tidak terburu-buru, dan menyenangkan. Standar capaian juga jauh lebih
sederhana, serta memberikan waktu bagi guru untuk membelajarkan konsep secara
lebih mendalam.
Kedua, lebih merdeka, karena
memberikan berbagai kebebasan kepada peserta didik, guru dan sekolah. Bagi
peserta didik, tidak ada program peminatan di
jenjang SMA, sehingga peserta didik dapat memilih mata pelajaran sesuai minat,
bakat, dan aspirasinya. Jadi, siswa tidak terkotak-kotak berdasarkan jurusan
IPA atau IPS. Bagi guru, diberikan kebebasan
untuk mengajar sesuai tahap capaian dan perkembangan peserta
didik. Selama ini guru terpaksa terus maju mengejar capaian materi, tanpa
memikirkan siswa yang ketinggalan materi. Sementara bagi sekolah, diberikan wewenang untuk
mengembangkan dan mengelola kurikulum serta pembelajaran sesuai dengan
karakteristik satuan pendidikan, siswa, dan sekolah masing-masing.
Ketiga, lebih relevan dan
interaktif, karena pembelajaran dilakukan
melalui berbagai kegiatan projek yang akan memberikan kesempatan lebih luas
kepada peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual untuk
mendukung pengembangan karakter dan kompetensi Profil Pelajar Pancasila. “Berbagai
keterampilan inilah yang dibutuhkan siswa ketika masa pendidikannya selesai,
di mana mereka harus mampu bekerja secara berkelompok, menghasilkan suatu
karya, berkolaborasi, memikirkan segala sesuatu secara kreatif, serta
mengembangkan karakternya secara interaktif,” ujar Mendikbudristek.
Penerapan Kurikulum Merdeka
akan didukung dengan penyediaan beragam perangkat ajar, pelatihan, serta
penyediaan sumber belajar bagi guru, kepala sekolah, dan dinas pendidikan. Salah
satu dukungan tersebut adalah platform Merdeka Mengajar yang telah diluncurkan
Mendikbudristek bersamaan dengan peluncuran Kurikulum Merdeka. [Linda E.]