logo-tut-wuri

Membaca Keterampilan Masa Depan, Menjawab Tantangan Perubahan Karakteristik Siswa.

Pengunggah
-
Tanggal Terbit
2019-07-11
Bagikan Laman Ini

Jakarta (11/07/2019). Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan (Puslitjakdikbud), Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Balitbang Kemendikbud), mengadakan kegiatan diskusi dengan tema “Tantangan Perubahan Karakteristik Siswa”. Diskusi yang dilaksanakan pada 11 Juli 2019 ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan diskusi yang diselenggarakan oleh tim kajian Puslitjakdikbud, sebagai upaya menyusun konsep Rekonstruksi Pendidikan Nasional. 

Diskusi dibuka oleh Irsyad Zamjani, selaku Kepala Bidang penelitian Kebudayaan di Puslitjakdikbud, mewakili Kepala Puslitjakdikbud yang berhalangan hadir.

Diskusi ini menghadirkan narasumber dari tim peneliti UNICEF Indonesia, yang diwakili oleh Ticiana Gartia-Tapia, selaku Youth & Adolescent Development Specialist. Penelitian UNICEF bertajuk “Study on Skills for the Future in Indonesia”, bertujuan untuk melihat keterampilan-keterampilan apa saja yang sudah dimiliki oleh para remaja dan dibutuhkan di masa depan. Gambaran tersebut dipotret dari sudut pandang remaja, pemerintah dan swasta, dengan sampel di tiga lokasi, yaitu Jakarta, Semarang dan Sorong. Selain melaksanakan penelitian secara kualitatif, UNICEF juga melakukan pengumpulan data melalui survey daring dengan menggunakan platform U-Report, untuk melihat bagaimana persepsi remaja di Indonesia tentang keterampilan hidup tersebut, dalam cakupan yang lebih luas di 34 provinsi.

Ticiana mengemukakan bahwa seluruh responden remaja di semua lokasi penelitian bersepakat bahwa transferrable skills adalah keterampilan yang penting dikuasai oleh generasi saat ini untuk dapat bertahan hidup di masa depan. Hasil penelitian UNICEF menunjukkan adanya perbedaan pandangan antara remaja, orangtua dan guru terkait keterampilan apa yang dianggap penting untuk masa depan. Umumnya, remaja menilai keterampilan yang diperlukan di masa depan adalah keterampilan digital, keterampilan sosial, keterampilan komunikasi, keterampilan bersikap dan penguasaan bahasa asing. Sementara, persepsi orangtua dan guru berbeda. Bagi keduanya, remaja dinilai penting untuk dapat memiliki nilai-nilai moral dan agama, keterampilan digital, keterampilan komunikasi, keterampilan sosial, kreativitas dan kemampuan untuk menjaga kesehatan. Orang tua dan guru menganggap bahwa selain nilai-nilai moral dan agama, keterampilan-keterampilan lain dapat diasah dan dilatih. Nilai-nilai moral dan agama bersifat melekat dan fundamental. 

Hasil temuan dalam penelitian UNICEF tersebut mendapatkan banyak respon. Ingga Vistara dari Technical Assistance for Education Systems Strengthening (TASS), salah satunya. Ingga menilai bahwa persepsi orangtua yang lebih menekankan pada nilai-nilai moral dan agama sebagai keterampilan yang selayaknya dimiliki oleh remaja, adalah bentuk pengungkapan ketidakmengertian orang tua tentang bagaimana mengarahkan anak-anak mereka di masa depan. Selayaknya, orang tua dapat lebih memberikan kesempatan kepada anak-anak mereka untuk dapat menguasai beberapa keterampilan tertentu yang memiliki kebermanfaatan praktis dalam kehidupan.  “Itu yang saya rasa hilang dari sistem pendidikan kita. Kita tidak mengajarkan tentang kesempatan apa yang mereka punya. Mereka bisa jadi apa dengan mempelajari hal-hal tersebut”, lanjut Ingga.

Beberapa temuan lain dari penelitian UNICEF adalah tentang adanya ketidaksesuaian antara apa yang diinginkan remaja dengan apa yang tersedia saat ini. Temuan menarik lainnya, menempatkan ekstrakurikuler sebagai wadah yang dipilih remaja untuk memperoleh keterampilan-keterampilan masa depan, di atas institusi sekolah yang menaunginya. “Remaja merasa lebih dapat belajar di lingkungan yang fleksibel seperti ekstrakurikuler, karena kurikulum tidak dapat mengakomodir kebutuhan mereka secara penuh”, imbuh Ticiana.  

Hasil penelitian UNICEF merekomendasikan agar pemerintah tidak terlalu fokus pada berbagai keterampilan yang bersifat teknis, namun pada transferrable skills yang melekat dan dapat dibawa anak-anak sejak dini hingga sepanjang hidup mereka. Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat membuka kesempatan lebih luas lagi untuk melakukan diskusi dengan remaja sebagai langkah pengembangan intervensi yang dilengkapi dengan ketersediaan riset tentang bidang pekerjaan di masa depan. Dari sini, analisis tentang berbagai keterampilan yang dibutuhkan oleh para generasi muda di masa depan, akan mudah terpetakan. “Studi ini dilakukan untuk membuka dialog di Kementerian, yang mungkin bisa membuka perspektif baru”, ujar Ticiana. (IH/DNR)