Merdeka Belajar Episode 17: Revitalisasi Bahasa Daerah
Jakarta, PSKP – Sehari
setelah perayaan Hari Bahasa Ibu Internasional yang jatuh pada 21 Februari
2022, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim
meluncurkan Merdeka Belajar Episode 17: Revitalisasi Bahasa Daerah pada Selasa 22
Februari 2022 melalui kanal YouTube Kemendikbud. Peluncuran program ini
bertujuan untuk mencegah kepunahan beberapa bahasa daerah di tanah air.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Endang Aminudin Aziz dalam
sambutannya menyampaikan, kepunahan bahasa daerah dipengaruhi oleh sikap
penutur bahasa jati yang beranggapan bahwa menggunakan bahasa daerah sudah ketinggalan
zaman sehingga penggunanya makin berkurang. Oleh karena itu, pada 2021 Badan Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa telah melakukan revitalisasi bahasa daerah di tiga provinsi,
yaitu Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Jawa Tengah.
Berdasarkan data UNESCO, terdapat 200 bahasa daerah yang telah mengalami kepunahan di dunia selama 30 tahun terakhir. Di Indonesia sendiri, ada sekitar 718 Bahasa daerah, 25 terancam punah, 6 dinyatakan kritis, dan 11 bahasa daerah telah punah. Penyebab utama kepunahan bahasa daerah tersebut disebabkan penutur jatinya tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasanya kepada generasi berikutnya.
Sumber: Instagram @puslitjakdikbud.kemdikbud
Sasaran Revitalisasi Bahasa Daerah
Mendikbud dalam paparannya menyampaikan bahwa program revitalisasi bahasa
daerah harus dilakukan secara dinamis dan adaptif dengan fokus pada penutur
muda di tingkat sekolah dasar hingga menengah. Program revitalisasi bahasa
daerah menyasar komunitas tutur, guru, kepala sekolah, pengawas, dan siswa.
Untuk komunitas tutur, ditargetkan sekitar 1.491 komunitas/pegiat terlibat
dalam berbagai kegiatan revitalisasi bahasa daerah, seperti penyusunan model
pembelajaran bahasa daerah, pengayaan materi bahasa daerah dalam kurikulum, dan
perumusan muatan lokal kebahasaan dan kesastraan. Mendikbud menekankan pentingnya menggerakkan
komunitas tutur sebagai mitra untuk melakukan revitalisasi.
Program ini juga menyasar sekitar
29.370 guru, 17.955 kepala sekolah, dan 1.175 pengawas.
Program ini melatih guru bahasa
daerah untuk menjadi pelatih utama (training of trainers) dengan
menggunakan prinsip fleksibilitas, inovatif, kreatif, dan menyenangkan yang berpusat
pada siswa. Program ini diharapkan dapat menumbuhkan kreativitas guru dan siswa, salah satunya melalui bengkel bahasa dan
sastra yang telah menjadi program badan bahasa sebelumnya.
Selain pendidik dan tenaga kependidikan, program ini menyasar pula 1.563.720 siswa dari 15.236 sekolah. Terkait hal ini, Mendikbud menegaskan bahwa siswa harus merdeka dalam memilih materi sesuai dengan minatnya sendiri, agar mereka bangga menggunakan bahasa daerah dalam komunikasinya. Siswa juga didorong untuk memublikasikan hasil karyanya baik melalui media massa maupun media sosial. Puncak dari aktivitas ini adalah festival berjenjang di tingkat kelompok, satuan pendidikan, hingga kabupaten/kota dan provinsi.
Pada 2022, Kemendikbud telah memilih 38 bahasa daerah yang tersebar di 12
provinsi yang akan direvitalisasi dan merancang model revitalisasi yang berbeda,
tergantung konteks dan kondisi bahasa daerahnya.
Terdapat tiga spektrum model, yaitu model A, yang mana daya hidup bahaanya
masih aman, jumlah penuturnya masih banyak, serta masih digunakan secara
dominan di masyarakat. Untuk model A revitalisasi dilakukan melalui
pembelajaran di sekolah, di mana pembelajaran dilakukan secara integratif dan
adaptif melalui pembelajaran muatan lokal atau ekstrakurikuler.
Model B untuk bahasa daerah yang tergolong rentan, namun jumlah penuturnya
relatif masih banyak, sehingga pendekatannya bukan hanya di sekolah, tetapi
pewarisan dalam wilayah tutur bahasa yang bersangkutan. Hal ini dapat dilakukan
melalui komunitas-komunitas di daerah tersebut.
Model C adalah bahasa yang berisiko punah, di mana pendekatannya dilakukan melalui komunitas dan juga pembelajaran dengan menunjuk dua atau lebih keluarga sebagai model tempat belajar untuk menjaga pelestarian bahasa tersebut.
Sumber: Instagram @kemdikbud.ri
Puncak dari program revitalisasi bahasa daerah ini akan dirayakan melalui Festival
Tunas Bahasa Ibu (FTBI), dengan melaksanakan berbagai macam kegiatan secara
berjenjang dari sekolah di kecamatan sampai ke provinsi. Para juara akan diumumkan serta mendapatkan
apresiasi dari Kemendikbudristek. Tentunya program ini akan melibatkan
partisipasi guru pendamping, pegiat bahasa daerah dan pemerintah daerah.
Terdapat berbagai macam materi dalam Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI),
yaitu: Membaca & menulis aksara daerah, Menulis cerita pendek, Membaca dan
menulis puisi (sajak, gurit), Mendongeng, pidato, tembang tradisi(pupuh,
macapat) dan komedi tunggal (stand up comedy). Festival ini benar-benar kekinian bagi generasi berikutnya serta social
media friendly. Seperti kata Kepala Badan Bahasa, ini bukannya hanya untuk
melindungi dan merestorasi Bahasa Daerah tetapi juga untuk berinovasi bagi para
milenial sehingga mereka merasa cool menggunakan bahasa daerah. Ini
merupakan suatu paradigma yang harus didorong di masyarakat.
Tujuan akhir dari program revitalisasi bahasa daerah ini adalah penutur
muda menjadi penutur aktif bahasa daerah. Kemendikbudristek ingin mengubah
paradigma bahwa anak muda yang mengenal dan mempraktikkan bahasa daerah merupakan
suatu hal yang biasa, dan dengan mengenal bahasa daerah maka mereka turut menjaga
kelangsungan hidup bahasa dan sastra daerah yang menjadi kekayaan bangsa.
Dalam penutup paparannya Mendikbud menyampaikan bahwa bahasa daerah adalah
salah satu wujud kekayaan dari kebinekaan Indonesia. “Mari kita bersama-sama
melestarikan bahasa daerah dengan cara mengembangkannya, agar tetap adaptif
terhadap perubahan zaman dan terus menjadi ciri dari keindonesiaan kita,” ujar Mendikbud.
Dalam peluncuran program ini, Syaiful Huda, Ketua Komisi X DPR RI turut
memberikan sambutan dan arahan terkait program revitalisasi bahasa daerah ini.
Syaiful menyampaikan, hal ini merupakan sebuah tantangan untuk terus
melestarikan bahasa daerah, di mana tren bahasa internasional terus meningkat. “Kembali
ke bahasa daerah menjadi bagian untuk menjadi berkarakter melalui bahasa ibu,
karena di situ sesungguhnya akar masa depan kita. Saat globalisasi terjadi,
maka perlu pula domestikasi, yaitu dengan cara kembali ke bahasa ibu,”
pungkasnya. [Imelda W.]