logo-tut-wuri

Puslitjakdikbud Adakan Diskusi dan Peluncuran Indeks Alibaca

Pengunggah
-
Tanggal Terbit
2019-05-18
Bagikan Laman Ini

Jakarta (17/05/2019). Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan (Puslitjakdikbud), Balitbang, Kemendikbud mengadakan diskusi dan peluncuran buku Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca) pada Jumat, 17 Mei 2019 di Ruang Diskusi Perpustakaan Kemendikbud. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka menyambut Hari Buku Nasional Tahun 2019.

Kegiatan ini dibuka Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Kemendikbud Totok Suprayitno. Dalam sambutannya, Totok menyampaikan pentingnya memetakan persoalan literasi, salah satunya melalui Indeks Alibaca. “Literasi membaca merupakan kunci bagi literasi lainnya, sehingga perlu mendapat perhatian khusus,” katanya.

Diskusi dihadiri pula oleh Direktur Jenderal PAUD dan Dikmas Harris Iskandar, Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Dadang Sunendar, Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra Hurip Danu Ismadi, kepala bidang penelitian di lingkungan Puslitjakdikbud, pejabat dari Dinas Pendidikan Provinsi Jakarta, serta perwakilan dari unit kerja terkait di Kemendikbud dan para pegiat literasi.

Dadang Sunendar mengapresiasi peluncuran Indeks Alibaca karena bermanfaat untuk pengembangan program Gerakan Literasi Nasional (GLN). “Saya sudah membaca ringkasan penelitiannya dan saya rasa bagus untuk menjadi acuan kita mendorong budaya baca ke depan,” ujarnya.

Diskusi ini menghadirkan enam narasumber, antara lain Lukman Solihin (peneliti Puslitjakdikbud) yang memaparkan materi “Indeks Alibaca 34 Provinsi”, Indah Pratiwi (peneliti Puslitjakdikbud) mengnai “Perilaku Penggunaan Gawai di Kalangan Siswa SMA”), Emi Emilia (Kepala PPSDK, Badan Bahasa) membahas “Kajian Kebijakan Teknis Literasi Nasional”, Pratiwi Retnaningdyah (Kepala Pusat Studi Literasi, UNESA) menyoal “Tantangan Pengembangan Budaya Literasi Sekolah”, Anton Kurnia (Komite Buku Nasional) menyampaikan perihal “Data Dunia Perbukuan Indonesia”, dan Nirwan Ahmad Arsuka (Pustaka Bergerak) menceritakan pengalamannya mengenai ”Gerakan Literasi oleh Komunitas”.

Dalam diskusi terungkap bahwa Indeks Alibaca memperlihatkan bahwa angka rata-rata Indeks Alibaca Nasional masuk dalam kategori aktivitas literasi rendah, yaitu dari skala 0 - 100 berada di poin 37,32. Apabila dilihat per dimensi, dimensi kecakapan tergolong tinggi yaitu 75.92. Dimensi yang paling rendah ialah dimensi akses di poin 23,09 dan selanjutnya dimensi budaya 28,50. Dimensi alternatif cukup menjanjikan, yaitu 40,49 karena masifnya penetrasi internet dan gawai.

Dari tiga puluh empat provinsi di Indonesia, 9 provinsi masuk dalam kategori aktivitas literasi sedang; 24 provinsi masuk kategori rendah; dan 1 provinsi masuk kategori sangat rendah. Artinya tidak satu pun provinsi termasuk ke dalam level aktivitas literasi tinggi.

Dari hasil penyusunan indeks ini terdapat beberapa rekomendasi yang perlu dilakukan, antara lain perlu perhatian lebih terhadap daerah-daerah yang berindeks rendah; perlu dorongan penggunaan internet sehat untuk menunjang aktivitas literasi; perbanyak akses terhadap fasilitas literasi publik; Gerakan Literasi Sekolah perlu dibarengi dengan gerakan literasi berbasis keluarga; dan swasta perlu lebih berperan memajukan literasi melalui dana tanggung jawab sosial perusahaan.

Jalannya diskusi juga menyoroti perihal ‘mitos’ bahwa masyarakat Indonesia memiliki minat baca yang rendah, khususnya anak-anak. Nirwan Ahmad Arsuka mengatakan, mitos itu keliru dan para relawan Pustaka Bergerak telah membuktikan minat baca anak-anak sangat tinggi. “Persoalannya, anak-anak kita tidak memiliki akses terhadap buku, atau tidak mampu mendapatkan buku-buku yang bagus. Jadi persoalannya ada pada akses terhadap bacaan,” kata Nirwan.

Indeks Alibaca juga menunjukkan adanya korelasi antara dimensi akses dan dimensi budaya yang rendah. Akses terhadap bahan bacaan yang rendah menyebabkan dimensi budaya (kebiasaan membaca) juga rendah.

Ketika menutup acara diskusi, Kepala Balitbang Totok Suprayitno mengatakan bahwa pemerintah perlu menaruh perhatian khusus mengenai akses terhadap literasi ini, karena dengan begitu kita mampu membangun SDM Indonesia ke depannya melalui literasi.[IW/LS]

Pernah diterbitkan di website Balitbang Kemdikbud.