logo-tut-wuri

Kajian Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter Pada Pendidikan Anak Usia Dini

Pengunggah
-
Tanggal Terbit
2019-07-12
Bagikan Laman Ini

Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengadakan Diskusi Kelompok Terpumpun  Kajian Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter pada Pendidikan Usia Dini (PPK-PAUD) di Hotel Faletehan pada Jumat, 12 Juli 2019. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka Kajian Isu Aktual Tahun 2019. 


Kegiatan ini dibuka Kepala Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Muktiono Waspodo. Diskusi ini menghadirkan Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pembangunan Karakter,  Arie Budiman,  Kepala Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan, Hendarman, Direktur Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, Muhammad Hasbi, Kepala Bidang Penelitian Kebudayaan, Puslitkakdikbud, Irsyad Zamjani, psikolog pendidikan, Tri Puspitarini, dan ketua kajian Irna Trilestari beserta tim. 


Dalam sambutannya, Muktiono menyampaikan bahwa kajian ini berbentuk analisis sumber sekunder mengenai PPK di tingkat PAUD yang menekankan pentingnya bagaimana penerapan PPK ini, yang meliputi nilai religius, nasionalis, gotong royong, kemandirian, dan integritas, tidak menggeser program utama PAUD itu sendiri yang menekankan pada pengembangan karakter anak. 


Irna menyatakan bahwa kajian ini bertujuan untuk melihat implementasi nilai-nilai PPK pada PAUD yang sesuai dengan tahap perkembangan anak dalam upaya menyiapkan generasi emas Indonesia. Irsyad, yang mengkoordinasi kajian ini, menambahkan bahwa PPK masih terbatas di sekolah dan belum digaungkan di PAUD sehingga belum ada dokumen formalnya. Demi pertimbangan fisibilitas, cakupan PAUD dalam kajian ini dibatasi dalam lingkup formal saja dengan rentag usia peserta didik berumur lima hingga enam tahun. 


Arie menyampaikan jenjang usia PAUD ini selain sangat strategis dalam penanaman lima nilai utama yang ingin dicapai tadi, juga menjadi waktu yang tepat untuk memberi dasar kemampuan literasi yang baik, sehingga peserta didik dapat menjadi critical thinker, collaborative, communicative, and creative (4C). Dalam mencapai tujuan ini, lanjut Arie, guru menjadi faktor utama yang krusial. Para guru tidak hanya harus cukup secara kuantitas, misalnya dengan memenuhi target kebutuhan satu PAUD di tiap desa, tetapi harus memenuhi kualifikasi dan kompetensi guru PAUD.


Tri, sebagai psikolog pendidikan, memberikan masukan agar penelitian ini diperkaya dengan pertemuan tatap muka dengan para guru dan observasi yang intensif terhadap peserta didik. Perilaku anak, menurutnya, tidak dapat dilihat secara paper-based semata melalui dokumen evaluasi pendidikan mereka, misalnya. 


Hendarman, selaku Kepala Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan, menyoroti tentang perlunya kebutuhan unit kerja terkait, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, untuk diakomodasi di dalam kajian ini. Hal ini diamini oleh Hasbi. 


Selain itu, Hasbi, sebagai Direktur Pembinaan PAUD, menekankan hal yang perlu dicermati adalah tentang bagaimana nilai-nilai yang sudah ada di kurikulum PAUD direformulasi menjadi pendidikan kebangsaan yang mendukung pernyataan Presiden untuk menggiatkan pendidikan Pancasila.


Diskusi Kelompok Terpumpun ini disimpulkan oleh Muktiono dengan memberikan tantangan kepada tim untuk menjelaskan, dengan justifikasi yang kuat, bahwa program PPK ini sejalan, atau mungkin bentuk penjelmaan, dari program Penguatan Ideologi Pancasila yang baru saja diluncurkan oleh Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.