logo-tut-wuri

Mulai Menulis dan Melatih Otot Kepenulisan

Pengunggah
-
Tanggal Terbit
2021-02-24
Bagikan Laman Ini

Jakarta, Puslitjak - Aktivitas menulis seperti olah tubuh. Semakin kita rajin berlatih, maka otot-otot tubuh akan semakin kuat dan terbentuk. Pembiasaan adalah hal yang utama. Sama halnya dengan belajar mengendarai sepeda, kemahiran kita dibentuk oleh kebiasaan bersepeda sehingga kita dapat menjaga keseimbangan, mengarahkan kemudi, serta refleks menekan tuas rem jika diperlukan.

Analogi ringan namun tepat ini disampaikan oleh Anggi Afriansyah, Peneliti Sosiologi Pendidikan dari Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam acara “Bincang Bernas: Strategi Menulis di Media Massa”, pada 22 Februari 2021 yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kebijakan (Puslitjak), Balitbang dan Perbukuan Kemendikbud.

Anggi mengawali diskusi dengan argumentasi, mengapa menulis di media massa bagi peneliti penting, di samping kebutuhan menulis di berbagai jurnal ilmiah bereputasi. Dalam pandangan Anggi, menulis di media massa berpotensi memberikan efek perubahan lebih luas dibandingkan dengan menulis di jurnal ilmiah.

Menulis di media massa memiliki efektivitas lebih baik dalam membangun opini publik terkait isu tertentu. Maka dari itu, Anggi mengawali diskusi dengan membedah strategi yang perlu dilakukan jika kita ingin menulis di media massa. Sensitivitas pada isu yang berkembang menjadi penting dimiliki setiap penulis, karena surat kabar cetak maupun daring (online) umumnya memberitakan peristiwa aktual sehingga tulisan kolom atau opini perlu memperhatikan momentum yang ada.

Oleh karena itu, penting bagi peneliti kebijakan di bidang pendidikan atau kebudayaan untuk memperhatikan kebijakan mutakhir, terutama isu-isu yang direspons kuat oleh publik. Para peneliti kebijakan dapat menulis mengenai kebijakan dari sudut pandang pemerintah dengan konten berupa edukasi atau sosialisasi kebijakan. Namun, tentu saja hal itu perlu ditulis dengan data atau argumen yang menarik agar tidak normatif dan terkesan seremonial.

Kriteria lainnya, media massa biasanya menaruh minat pada tulisan yang memberikan sudut pandang berbeda atau orisinal, menyajikan informasi dan ide yang kuat, serta ditulis dengan bahasa yang artikulatif dan mudah dipahami publik. Pemilihan kata dan kalimat pembuka menjadi penting dan menentukan kesan pertama sebuah artikel yang ditulis.

Anggi kemudian mencontohkan beberapa artikel yang pernah dimuat di media massa dengan membedah bagian pembukaan, isi, serta penutup. Setiap bagian dalam tulisan tersebut penting disajikan secara menarik karena memiliki peran berbeda-beda.

Bagian pembukaan dapat berupa pengalaman pribadi, nukilan kebijakan atau peristiwa yang sedang berkembang, atau kutipan mengenai konsep atau teori tertentu. Bagian isi merupakan inti dari argumen yang ingin disampaikan yang perlu didukung oleh data atau konsep tertentu. Sedangkan bagian penutup, ada kalanya berupa simpulan atau kalimat pernyataan yang dapat menggugah atau bahkan mengubah pandangan pembaca tentang hal tertentu

Hal lain yang perlu diperhatikan oleh penulis di media massa adalah karakter media. Setiap media memiliki isu dan langgam yang berbeda satu sama lain, sehingga hal ini juga berpengaruh pada artikel opini atau kolom yang mereka terbitkan. Ada baiknya sebelum mengirimkan tulisan, penulis mempelajari karakter tersebut serta detail pengiriman artikel yang sesuai. Sebab bisa jadi, satu topik tidak diminati oleh satu media, namun dianggap penting oleh media lain. Pengalaman Anggi menunjukkan hal tersebut.

 

Menulis Bebas (Free Writing)

Salah satu cara efektif dalam berlatih menulis adalah rajin menulis bebas (free writing). Cara ini dapat dilakukan di mana pun dan dalam kondisi apapun. Anggi sendiri bercerita, sebelum pandemi COVID-19, dia biasanya memanfaatkan waktu ketika naik kendaraan umum dengan cara membaca isu yang sedang berkembang, kemudian mencatat respons atau ide yang muncul seketika melalui gawai. Catatan itu baru dikembangkan secara lebih utuh ketika ia tiba di kantor atau di rumah.

Berlatih menulis bebas memungkinkan kita untuk mengeksplorasi isu atau topik apapun dengan terbuka tanpa harus merasa tulisan atau gagasan kita buruk. Dengan terbiasa menuangkan dan membahasakannya ke dalam tulisan, lambat laun kita terlatih untuk menata kerangka pikir serta bahasa tulis yang lebih baik.

Kegiatan bedah artikel juga dapat menjadi media berlatih menulis. Kita dapat memilih satu artikel menarik untuk kemudian dipelajari secara mandiri dengan melihat struktur tulisan, diksi yang digunakan, argumentasi, serta narasinya secara keseluruhan.

Setiap calon penulis sering kali tidak percaya diri karena merasa tulisannya belum layak. Untuk masalah ini, Anggi menyarankan perlunya melakukan self editing atau bantuan koreksi oleh rekan sejawat. Setelah dibaca dan dikomentari oleh orang lain, biasanya kita akan lebih paham kekurangan dan kelebihan tulisan kita, sehingga setelah diperbaiki merasa lebih yakin untuk dikirimkan ke media.

Penilaian terhadap tulisan kita sendiri (self editing) hanya mungkin dilakukan apabila kita memiliki cukup asupan bacaan, baik mengenai isu yang sedang kita tulis, maupun gaya bahasa sesuai media yang kita tuju. Oleh karena itu, otot kepenulisan kita tidak hanya cukup dilatih dengan cara menulis bebas, melainkan juga rajin membaca referensi serta media massa. [Lukman/Diyan]