logo-tut-wuri

Strategi Menulis Buku dari Hasil Penelitian

Pengunggah
-
Tanggal Terbit
2021-04-05
Bagikan Laman Ini

Jakarta, Puslitjak - Penerbitan buku merupakan salah satu cara agar hasil penelitian dibaca luas oleh publik. Laporan penelitian perlu diterbitkan menjadi buku ilmiah populer agar menjangkau lebih banyak pembaca. Dalam acara Bincang Bernas dengan topik “Menulis Buku dari Hasil Penelitian” pada Senin, 5 April 2021, Prof. (Ris.) Dr. Cahyo Pamungkas dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menyampaikan strategi yang perlu ditempuh untuk menerbitkan laporan penelitian menjadi buku.

Pertama, laporan penelitian perlu menyesuaikan dengan format populer buku, di mana terdapat bagian pendahuluan, isi, dan penutup. Judul bab dan sub-bab tidak ditulis sebagaimana laporan penelitian, melainkan merujuk pada topik yang dibahas. “Untuk bagian pendahuluan misalnya, judul sub-bab tidak ditulis latar belakang, permasalahan, tujuan, dan seterusnya, tetapi langsung sesuai topik. Misalnya, Permasalahan Kontemporer Otonomi Khusus Papua,” demikian Cahyo mencontohkan.

Kedua, penulisan buku perlu memperhatikan agar narasinya relatif mengalir, tidak kaku, meskipun tetap sesuai dengan kaidah kebahasaan yang baku. Penulis buku perlu memahami bahwa buku tersebut nanti akan dibaca oleh khalayak luas dan awam.

Ketiga, memperkaya data, analisis, serta rujukan dengan hasil penelitian-penelitian lain yang relevan agar buku yang ditulis berbeda dengan laporan. Laporan penelitian umumnya hanya ditulis berdasarkan data dari hasil penelitian yang dilakukan. Oleh sebab itu, berbagai rujukan data sekunder, teori dan analisis dari berbagai ahli, serta membandingkan atau melengkapi dengan kajian lain dapat memperkaya konten buku yang sedang ditulis.

Di samping buku utuh, hasil penelitian juga dapat diangkat menjadi bunga rampai, yaitu kumpulan artikel dengan berbagai perspektif dan pendekatan, namun memiliki benang merah yang sama. Syaratnya, buku bunga rampai perlu memasukkan prolog (pengantar) dan epilog (penutup) dari editor untuk mengikat dan mengantarkan benang merahnya pada pembaca.

 

Tiga Lapis Telaah

Penerbitan buku seyogianya melalui beberapa lapis telaah. Sesuai pengalamannya, Cahyo membaginya menjadi tiga level. Pertama, telaah ketika seminar hasil penelitian, di mana laporan penelitian mendapatkan masukan dari para pembahas dan audiens. Catatan masukan tersebut menjadi bahan untuk draf  awal penulisan buku. Ketika buku mulai ditulis, maka perlu “mendefinisikan” pembaca sehingga topik dan bahasa dapat disesuaikan.

Draf awal buku kemudian maju ke tahap kedua, yaitu penelaah yang telah ditunjuk oleh instansi yang bersangkutan. Dari masukan para penelaah ini, penulis buku kembali memperbaiki naskahnya. Setelah dianggap baik, maka draf buku baru diajukan ke penerbit. Cahyo menyampaikan bahwa setiap penerbit buku memiliki mekanisme dan model penelaah yang berbeda. Ada penerbit yang memiliki dewan redaksi dan tim penelaah khusus, ada yang hanya menyediakan editor untuk menilai kelayakan buku. Pada tahap ketiga ini, draf buku akan dinilai kelayakan serta pangsa pasarnya oleh penerbit. Jika lolos, maka penulis tetap perlu memperbaiki sesuai dengan masukan editor atau tim penelaah. Cahyo juga menggarisbawahi kriteria penilaian buku untuk angka kredit peneliti, yaitu diterbitkan oleh penerbit ilmiah, di mana penerbit buku harus terdaftar sebagai anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), memiliki International Standard Book Number (ISBN), serta memiliki editor atau dewan editor.

Melalui tiga lapis telaah di atas, serta penerbitan buku di penerbit ilmiah yang terstandar, diharapkan buku yang dihasilkan lebih bermutu baik dari segi konten maupun bahasa. [Lukman]

 

---------

Materi Bincang Bernas dapat diunduh di tautan: http://ringkas.kemdikbud.go.id/MateriMenulisBuku