Buku teks versi cetak masih menjadi pilihan bagi hampir seluruh sekolah. Sebagian besar sekolah telah menganggarkan pembelian buku teks Kurikulum Merdeka, meskipun di beberapa daerah seperti Maluku dan Papua, persentasenya masih cukup rendah. Hal ini terkait pula dengan belum meratanya informasi yang diketahui sekolah mengenai kebutuhan buku teks Kurikulum Merdeka dan penggunaan dana BOS/BOP untuk pembelian buku teks tersebut.
Sekolah-sekolah umumnya menganggarkan pembelian buku teks dengan menggunakan dana BOS, meskipun sebagian di antaranya menganggap bahwa dana BOS belum mencukupi, terutama untuk memenuhi rasio ketercukupan satu buku untuk setiap siswa. Muncul pula kekhawatiran bahwa buku teks Kurikulum Merdeka yang sudah dibeli dapat mubazir, karena masih mengacu pada Capaian Pembelajaran Tahun 2021 yang telah diubah di Tahun 2022. Hal ini terkait pula dengan miskonsepsi yang berkembang bahwa perubahan kurikulum adalah perubahan buku teks, sehingga apabila terdapat perubahan CP, dikhawatirkan akan menimbulkan persoalan di lapangan.
Beberapa strategi disarankan untuk mengatasi berbagai masalah di atas. Pertama, mengintensifkan pelaksanaan sosialisasi terkait kebutuhan buku teks dan mekanisme penyediaannya. Kedua, memastikan sekolah dapat memenuhi ketercukupan rasio buku teks untuk siswa melalui dana BOS maupun BOS/BOP daerah secara bertahap. Ketiga, meningkatkan pemahaman para guru terkait pemanfaatan buku teks yang ada dan penyesuaian dengan Capaian Pembelajaran yang baru. Keempat, menyiapkan strategi afirmatif penyediaan buku teks, terutama untuk daerah tertinggal/khusus. Dalam jangka pendek, dapat dipertimbangkan kebijakan penyediaan buku teks secara langsung ke sekolah untuk menjamin sekolah-sekolah di daerah tertinggal atau daerah khusus dapat memenuhi kebutuhan buku teks yang diperlukan. Untuk jangka panjang, pemerintah perlu mendorong munculnya penyedia lokal yang dapat memberikan harga wajar/terjangkau, serta pelibatan dinas pendidikan untuk memastikan penyediaan buku bagi sekolah.