Kembali ke Atas

Kabar

Uji Publik Draf Petunjuk Teknis Pembentukan Rombongan Belajar sebagai Upaya Mewujudkan Pembelajaran yang Efektif

PSKP - Ketentuan mengenai rombongan belajar menjadi salah satu strategi penting untuk memastikan pembelajaran dapat berjalan efektif. Dalam praktiknya, jumlah rombongan belajar sangat bergantung pada jumlah siswa, ketersediaan guru, dan ketersediaan ruang kelas. Untuk menjamin terciptanya suasana belajar yang nyaman dengan ketersediaan jumlah rombongan belajar yang efektif, Kemendikbudristek menetapkan salah satu aturan turunan dari Standar Pengelolaan Satuan Pendidikan, yaitu jumlah rombongan belajar di satuan pendidikan.

Bertempat di Hotel Mercure Nexa, Bandung, Pusat Standar Pendidikan dan Kebijakan (PSKP), BSKAP, Kemendikbudristek melakukan Uji Publik Draf Petunjuk Teknis Pembentukan Rombongan Belajar sesuai Standar Pengelolaan. Kegiatan yang dilaksanakan pada 25—28  Agustus 2024 ini dibuka oleh Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Edy Purwanto dan diikuti oleh peserta dari berbagai unsur, seperti ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) jenjang SMP dan SMA, kepala sekolah perwakilan dari jenjang TK, SLB, SD, SMP, SMA dan SMK, serta perwakilan dari dinas pendidikan kota dan provinsi. Selain itu, kegiatan ini juga diikuti oleh Kepala UPTD Balai Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan Provinsi Jawa Barat, serta Kementerian Agama (Kemenag) yang diwakili oleh Ketua Kelompok Kerja Pengawas Kota Bandung seperti Ketua KKMI/MIN 1 Kota Bandung, Ketua KKMTs/MTs Negeri 2 Kota Bandung, dan Ketua KKMA/MAN 1 Kota Bandung.

Kegiatan uji publik ini membahas beberapa hal teknis mengenai jumlah peserta didik di setiap rombongan belajar, serta jumlah rombongan belajar di setiap satuan pendidikan. Dalam kegiatan tersebut, peserta juga dapat memberikan masukan untuk draf petunjuk teknis berdasarkan pengalaman satuan pendidikan dalam menentukan jumlah peserta didik di setiap rombongan belajar, serta menentukan jumlah rombongan belajarnya. 

Membuka acara, Ketua Tim Kerja Substansi Standar Tata Kelola, Nur Berlian Venus Ali menyampaikan bahwa standar mengenai ketentuan rombongan belajar perlu memperhatikan konteks di daerah dengan beberapa kondisi tertentu. Kondisi tersebut misalnya daerah yang mengalami kekurangan peserta didik, daerah dengan premukiman padat penduduk, atau kompleks perumahan baru/kluster. Selain itu, dibahas juga bagaimana implikasi dari implementasi standar rombongan belajar tersebut tetap dapat memberikan akses kepada peserta didik, baik dalam kasus kelas besar ataupun kelas kecil, termasuk memitigasi kondisi-kondisi tertentu yang memerlukan pengecualian di lapangan. 

Selanjutnya, Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Edy Purwanto menyambut baik penetapan Petunjuk Teknis tentang Rombongan Belajar karena dapat menjawab kebingungan yang terjadi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), khususnya di janjang SMA dan SMK. Ketentuan umum yang termuat dalam Standar Pengelolaan, pada praktiknya memiliki konsekuensi yang berbeda pada setiap kategori satuan pendidikan. Sering kali kondisi di masing-masing jenjang tidak setara, sehingga diharapkan adanya fleksibilitas dalam penerapan di lapangan untuk mengakomodasi kondisi-kondisi tersebut, misalnya dengan pembukaan bangunan sekolah baru, penentuan jumlah ideal siswa dalam setiap rombongan belajar, dan beberapa ketentuan lain.

Pada sesi diskusi, berbagai masukan disampaikan berdasarkan pengalaman yang dialami sekolah dalam penetapan jumlah rombel yang mengacu pada Permendikbudristek Nomor 47 tahun 2023 tentang Standar Pengelolaan pada PAUD, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah. Para peserta berharap kegiatan uji publik membuka peluang agar ketentuan yang diatur dalam Permendikbudristek masih dapat disesuaikan.

Fleksibilitas Penetapan Jumlah Peserta Didik dalam Kondisi Normal maupun Pengecualian


“Kegiatan ini menjadi angin segar bagi kami di sekolah karena kami masih menemukan masalah seperti di wilayah atau tempat-tempat yang penduduknya padat, tapi jumlah sekolahnya terbatas, termasuk juga ketersediaan jumlah serta kapasitas rombongan belajarnya. Jadi perlu pengaturan spesifik tentang sekolah-sekolah tertentu yang berada di  perkotaan atau penduduk dengan rasio sekolah yang belum terpenuhi.” ujar Adam Supriyanta, Kepala SMA Negeri 1 Cianjur. 

Praktik di lapangan menemukan bahwa beberapa sekolah perlu menyesuaikan ketentuan yang telah tercantum dalam Permendikbudristek mengenai rombongan belajar, khususnya pada sekolah yang memiliki jumlah siswa yang terbatas. Salah satu contoh, di SDN 305 Soka Kota Bandung, jumlah siswa yang terbatas menyebabkan kepala sekolah perlu berinovasi dalam penyediaan rombongan belajarnya, termasuk mengatur jumlah siswa di dalamnya. Ketentuan yang tertera dalam Permendikbudristek juga dianggap masih perlu dilengkapi, khususnya terkait pengaturan jumlah minimal siswa di dalam setiap rombongan belajar termasuk menyelaraskan pada ketentuan dalam Dapodik. 

Masukan juga disampaikan mengenai jumlah siswa per kelas dan jumlah maksimal kelas di setiap sekolah, agar disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing. Hal ini perlu mempertimbangkan jumlah pendaftar, ketersediaan kursi baik di sekolah negeri maupun swasta, sehingga semua siswa dapat tertampung. Dengan demikian, aturan ini diharapkan dapat lebih fleksibel dan adil bagi semua sekolah.

 

Lebih lanjut, beberapa peserta menilai bahwa Draf Petunjuk Teknis Jumlah Rombongan Belajar sudah baik dari sisi keterbacaan serta memuat subtansi yang mudah dipahami. Namun, perlu dilengkapi penjelasan mengenai beberapa kondisi khusus, termasuk beberapa sekolah yang terpaksa harus melakukan pembelajaran dengan kelas rangkap karena keterbatasan sarana ruang kelas.

Dari kegiatan uji publik ini nantinya diharapkan dapat dirumuskan petunjuk teknis yang mengakomodasi fleksibilitas di lapangan, baik penentuan jumlah peserta didik per rombongan belajar dalam kondisi normal maupun kondisi pengecualian dan keterbatasan, agar membantu satuan pendidikan mengelola dan menyediakan rombongan belajar sesuai konteks dan kondisi masing-masing satuan pendidikan. [BSJ]