Kembali ke Atas

Bahasa Inggris dalam Kurikulum SD

Oleh Anita Lie

FKIP Unika Widya Mandala Surabaya


Bahasa Inggris perlu dimasukkan sebagai mata pelajaran wajib dalam kurikulum SD. Tantangan besar bagi Indonesia pada demokratisasi bahasa Inggris. Bagaimana semua murid bisa akses belajar bahasa Inggris secara bermutu.

”Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, dan Kuasai Bahasa Asing”. Slogan dari Badan Bahasa itu terus jadi formula yang didengungkan untuk dilaksanakan oleh penutur warga negara Indonesia.

Dalam kehidupan sehari-hari, formula ini akan terus melalui proses negosiasi dalam dinamika berbahasa para penutur. Dibandingkan dengan banyak negara lain yang belum mengukuhkan bahasa persatuan mereka, keberhasilan bahasa Indonesia sebagai pemersatu sejak deklarasi Sumpah Pemuda 1928 merupakan kebanggaan yang dalam banyak situasi dibayar dengan kehilangan bahasa daerah.

Sementara itu, penggalan ketiga dalam slogan—Kuasai Bahasa Asing (bagi penutur muda), masih menjadi pekerjaan rumah yang dibebankan pada kurikulum pendidikan formal. Artikel ini akan menyoroti urgensi, tantangan, dan harapan penguasaan bahasa Inggris.

Saat ini, Bahasa Inggris masuk dalam struktur Kurikulum Merdeka hanya sebagai mata pelajaran pilihan dua jam pelajaran (70 menit) per minggu.


Urgensi penguasaan bahasa Inggris

Sejak kemerdekaan Indonesia 1945, bahasa Inggris diajarkan secara resmi dan masuk dalam kurikulum nasional untuk jenjang SMP dan SMA. Pada beberapa dekade kemudian bahasa Inggris bahkan diajarkan pada jenjang sekolah dasar (SD) dan pra-SD, terutama di sekolah-sekolah yang mengejar status sebagai unggulan.

Sayangnya, belum ada konsistensi dan kejelasan mengenai status Bahasa Inggris dalam kurikulum. Dalam Kurikulum 2013, tidak ada Bahasa Inggris dalam kurikulum SD dan bahkan ada pengurangan porsi Bahasa Inggris di SMA/SMK dari empat menjadi dua jam pelajaran. Saat ini, Bahasa Inggris masuk dalam struktur Kurikulum Merdeka hanya sebagai mata pelajaran pilihan dua jam pelajaran (70 menit) per minggu.

Akibatnya, penguasaan bahasa Inggris masih tergolong rendah. Menurut Laporan Indeks Kecakapan Bahasa Inggris 2022 EF, dengan skor 469 Indonesia berada di peringkat ke-81 dari 111 negara atau level B1 jika mengacu pada kerangka acuan Common European Framework of Reference for Languages (CEFR).

Laporan itu juga menunjukkan kesenjangan penguasaan antarkelompok usia dan perkotaan-perdesaan (urban-rural). Penguasaan bahasa Inggris pada rentang usia sekolah justru lebih rendah dibandingkan pada usia kerja.

Bahasa Inggris perlu segera dimasukkan sebagai mata pelajaran wajib dalam kurikulum SD karena tiga alasan. Pertama, pembelajaran bahasa asing yang dimulai pada usia muda menawarkan lebih banyak peluang keberhasilan (CITO, 2012; De Bot, 2014).

Memang, ada kekhawatiran bahwa pengajaran bahasa asing pada usia dini akan menghambat pertumbuhan penguasaan bahasa ibu. Namun, berbagai studi menyatakan, tidak ada indikasi bahwa pengajaran bahasa Inggris pada usia dini akan mengorbankan perkembangan bahasa ibu. Bahkan, dengan metodologi pembelajaran dan sikap berbahasa yang tepat dari guru, penguasaan kedua bahasa bisa saling menguatkan.

Kedua, sampai dengan saat ini, bahasa Inggris masih menjadi bahasa yang dominan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta pergaulan internasional.

Melalui penguasaan bahasa Inggris, orang bisa mengakses sumber-sumber pengetahuan dengan lebih luas sehingga kesempatan untuk secara kolektif meningkatkan daya saing ekonomi, pembangunan sosial, dan inovasi bangsa juga semakin terbuka. Selain itu, melalui keterampilan berbahasa Inggris pula, orang muda bisa menampilkan Indonesia dengan lebih meyakinkan di panggung dunia dan menjadi bagian dari bangsa besar yang ikut berkontribusi dalam peradaban manusia.

Alasan ketiga adalah keadilan sosial. Tanpa bahasa Inggris secara resmi dalam kurikulum pun, sebagian sekolah sudah mengajarkan bahasa Inggris dan bahkan beberapa di antaranya—baik satuan pendidikan kerja sama (SPK) maupun bukan—menggunakannya sebagai bahasa pengantar atau percakapan (lingua franca) di sekolah.

Namun, berbagai studi menyatakan tidak ada indikasi bahwa pengajaran bahasa Inggris pada usia dini akan mengorbankan perkembangan bahasa ibu.

Sayangnya, sekolah-sekolah ini hanya bisa diakses oleh para murid dari keluarga yang bisa membayar lebih.

Tidak memasukkan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib dalam kurikulum SD justru menimbulkan keterpisahan linguistik yang makin mendalam berdasarkan kelas sosial ekonomi.

Segelintir murid di sekolah berstatus SPK tetap masih menikmati penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, sementara sebagian peserta didik lain tidak mendapatkan kesempatan belajar bahasa Inggris pada momen yang penting dan bahkan selanjutnya pada jenjang menengah harus menerima pelajaran Bahasa Inggris dari guru yang belum mencapai taraf penguasaan minimal bahasa Inggris.


Tantangan pengajaran bahasa Inggris

Tantangan besar bagi Indonesia justru pada demokratisasi bahasa Inggris. Demokratisasi dalam hal ini berarti pemerataan akses terhadap pembelajaran Bahasa Inggris yang bermutu bagi semua murid di Indonesia. Secara spesifik, pemerintah perlu menyediakan guru Bahasa Inggris yang kompeten. Perlu dipertimbangkan apakah pelajaran Bahasa Inggris di SD diajarkan oleh guru kelas atau guru lulusan program studi Bahasa Inggris.

Jika pengajaran Bahasa Inggris ditugaskan kepada guru kelas yang sudah ada, mungkin rancangan akan tampak lebih sederhana. Tidak perlu ada penambahan formasi baru dan perubahan regulasi. Namun, muncul keraguan terhadap kompetensi Bahasa Inggris guru SD sehingga pengajaran Bahasa Inggris di SD sulit diharapkan akan menghasilkan penutur bahasa Inggris yang terampil kecuali disertai dengan terobosan model pembelajaran bauran berisi sumber-sumber belajar yang mangkus.

Jika pengajaran Bahasa Inggris ditugaskan kepada guru lulusan lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) dan pendidikan profesi guru (PPG) pra-jabatan program studi Bahasa Inggris, perlu ada penyesuaian regulasi dan kurikulum LPTK.

Selama ini lulusan LPTK dan PPG program studi disiapkan untuk menjadi guru SMP dan SMA. Persyaratan menjadi guru SD perlu dibuka bagi lulusan program studi Bahasa Inggris dan dinas pendidikan kota/kabupaten perlu lebih proaktif terlibat dalam penyiapan ketersediaan guru Bahasa Inggris yang mumpuni.

Selain itu, kurikulum LPTK perlu diperkaya dengan beberapa mata kuliah relevan, seperti Bahasa Inggris untuk pembelajar muda dan literasi dini. Walaupun tak semua LPTK menjaga standar mutu dan menghasilkan lulusan bermutu, secara umum lulusan program studi Bahasa Inggris akan relatif lebih mahir daripada lulusan non-Bahasa Inggris.


Harapan penguasaan bahasa Inggris

Belajar bahasa Inggris pada usia muda tidak berarti mengabaikan bahasa nasional. Melalui pengalaman hidup dalam masyarakat dengan keanekaragaman linguistik, orang Indonesia sudah terbiasa berinteraksi secara cair dan melakukan praktik bermultibahasa dengan nyaman. Dalam paradigma additive, belajar satu bahasa tambahan akan memperkuat penguasaan bahasa awal.

Melalui pengalaman hidup dalam masyarakat dengan keanekaragaman linguistik, orang Indonesia sudah terbiasa berinteraksi secara cair dan melakukan praktik bermultibahasa dengan nyaman.

Studi bersama 1.707 siswa SMA di beberapa kota besar di Indonesia menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Inggris dalam percakapan di sekolah dan di media sosial tidak membuat mereka menjadi kurang Indonesia.

Selain itu, mereka juga masih mengetahui kapan, di mana, dan dengan siapa harus berbahasa Indonesia serta berkeinginan untuk terus belajar berbahasa Indonesia dengan baik (Harjanto, Lie, dan Wijaya, Indonesian Journal of Applied Linguistics, 2019).

Fenomena percampuran berbagai bahasa dalam ujaran tidak perlu dianggap sebagai penodaan terhadap kemurnian suatu bahasa, tetapi sebagai dinamika pertumbuhan bahasa dan bahkan kehidupan itu sendiri.

Dalam perkembangan saat ini, bahasa Inggris sudah bukan lagi milik terbatas negara Inggris Raya, Amerika Serikat, dan Australia sebagai ”penutur asli”.

Bahasa Inggris sudah ikut berubah dan berkembang seiring dengan penggunaannya yang makin meluas di kalangan penutur lain di luar ketiga negara tersebut. Bahkan, melalui penguasaan bahasa Inggris, orang Indonesia bisa lebih mengekspresikan keindonesiaan dan ikut berkontribusi dalam pertumbuhan bahasa Inggris.

Mengutamakan bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah, dan menguasai bahasa asing masih tetap berlaku dalam proses jadi Indonesia, sekaligus merespons tantangan global dengan menambah kompetensi berbahasa.


Artikel pertama kali terbit di : kompas.id
Sumber foto : Supriyanto/Kompas.id